diambil dari: http://www.kompasiana.com/philipusdellian/belajar-aksara-jawa-8_552e07176ea834c5218b45b5
Bahasa Jawa sendiri secara asal kosakata dibagi menjadi 3. Yang pertama adalah Sangsêkrêta, lalu Jawa Kunâ dan Jawa Enggal. Yang paling mencolok perbedaannya ialah antara kosakata Sangsêkrêta dan Jawa Enggal karena merupakan kosakata serapan.
Angka dalam Bahasa Sangsêkrêta ialah 0 sun'yâ, 1 ekâ, 2 dwi, 3 tri, 4 catur, 5 pâñcâ, 6 sad, 7 sâptâ, 8 astâ, 9 nâwâ, dan 10 dâsâ.
Angka dalam Bahasa Jawa Kunâ ialah 1 sa, 2 rwâ, 3 têlu, 4 pat, 5 limâ, 6 ênêm, 7 pitu, 8 wâlu, 9 sângâ, 10 sapuluh
Angka dalam Bahasa Jawa Enggal dalam Krama dan Ngoko ialah 1 sêtunggal siji, 2 kalih loro, 3 tiga têlu, 4 sêkawan papat, 5 gangsal limâ, 6 enem enem, 7 pitu pitu, 8 wolu wolu, 9 sângâ sângâ, 10 sêdâsâ sêpuluh.
Angka Sangsêkrêtâ sering dipakai dalam istilah-istilah maupun gabungan kosakata. Secara umum angka ini dipakai karena dianggap bersifat lebih tinggi dan resmi. Contoh penggunaannya: Dasawarsa, Caturlokâ (empat mata angin utama), dll.
Untuk bahasa sehari-hari yang sifatnya non formal jarang dipakai.
Angka Jawa Kunâ pada dasarnya sama dengan milik Jawa Enggal. Namun ada perbedaan pada angka 1 sa dan 2 rwâ. Kata siji kemungkinan berasal dari kata sawiji > swiji > siji. Sedangkan loro berasal dari rwâ-rwâ > roro > loro. Khusus untuk angka Jawa Kunâ penggunaannya sangat terlihat pada penggunaan dan pengucapan angka 1. Misal: satampah satu tampah, sakilo satu kilo, sawindu satu windu/empat tahun. Sementara untuk angka 2 biasa digunakan versi ro dan kadang ditambahi kata ng. Misal: rong iji dua buah/biji, rolikur duapuluh satu, rong tampah dua tampah.
Untuk penggunaan di depan seperti sa (sak), rong, telúng, patang, dst biasa digunakan untuk benda tak hidup seperti contoh diatas. Sedangkan untuk benda hidup maka angka harus diletakkan dibelakang. Misal: wong siji satu orang, wong loro, dua orang, kebo loro dua kerbau.
Untuk menunjukkan jumlah maka ditambahkan kata píng yang berarti kali. Misal: píng loro dua kali, píng pitu tujuh kali, píng pirâ berapa kali. Khusus untuk angka 1 dan 2 biasa menggunakan varian pisan dan pindho.
Untuk menunjukkan peringkat maka ditampahkan kata ka atau kaping. Misal: Kaloro kedua, Kaping pirâ ke berapa, kaping sêpuluh kesepuluh. Jika sudah ada kata sifat penunjuk seperti kaya ranking maka tidak usah menambahkan ka atau kaping.
Untuk jumlah pecahan maka ditambahkan kata sapra. Misal: Saprapat seperempat, saprakalih seperdua, sapraênêm seperenam. Khusus untuk pecahan 1,5 maka digunakan varian karo tengah.
Untuk Aksara Angka Jawa bisa digunakan untuk segala hal. Hanya saja sejak jaman Hindia Belanda khusus penyebutan tanggal maka dapat digunakan angka Latin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mari saling memberi kritik dan saran positif!